Ketika hasrat ngidam terpenuhi, ada sensasi bahagia yang menyeruak. Itu pula yang kurasakan beberapa waktu lalu ketika fase mengidam menghampiri saat diri masih sibuk wara-wiri penelitian dan penulisan skripsi. Tetapi kalau diingat lagi, hasrat ngidam waktu itu memang lebih dari biasanya. Bahkan saking inginnya, menu yang kumasak pun ludes dimakan sendiri. Barangkali tubuh sudah memberi pertanda hanya saja belum disadari waktu itu :D

Ngomong-ngomong soal ngidam, ada yang menganggap fenomena ini sebagai alibi yang diciptakan oleh seseorang untuk beroleh sesuatu yang diinginkan. Benarkah? Padahal dalam sudut pandang medis, ini hal normal dan bisa saja terjadi pada diri tiap individu. Terlebih bagi seorang ibu hamil. Perubahan lonjakan hormon di dalam tubuh dan kondisi fluktuatif itu menyebabkan indra perasa maupun penciuman juga berubah. Menjadi lebih peka dan sensitif.

Dalam mengidam, ada makanan yang tadinya begitu digemari tiba-tiba menjadi tidak kita gemari. Ada pula makanan yang tak pernah masuk ke kategori kesukaan tiba-tiba menjadi menu wajib yang begitu ingin dimakan.

Ternyata, ngidam sendiri tak hanya bisa dialami oleh ibu hamil. Seorang suami yang tengah mendampingi kehamilan sang istri juga bisa mengalami fase ngidam karena kondisi psikologis. Penyebab utamanya lebih dikenal sebagai sindrom couvade (sindrom kehamilan simpatik). Tak dipungkiri, bahwa sebagian besar para suami akan panik sekaligus cemas ketika mendampingi tahap kehamilan sang istri pada trimester awal maupun akhir. Terlebih jika yang dinanti adalah kehadiran anak pertama.

Suamiku sendiri melalui fase ngidam dalam bentuk gejala fisik yakni sakit gigi sepanjang kehamilan berlangsung. Mengapa bisa dikatakan ngidam? Beliau tak memiliki riwayat sakit gigi sebelum itu dan gejala tersebut juga hanya berlangsung selama aku mengandung. Terbilang aneh sekaligus unik. Di luar sana barangkali ada sebagian suami yang ikut-ikutan mendambakan jenis makanan tertentu. Sakit punggung ataupun pinggang. Gangguan tidur dan lain sebagainya. Karena ngidam yang ikut dirasakan.

Dari pengalamanku, ini normal. Dengan sendirinya akan berlalu seiring waktu, terutama ketika buah hati telah lahir. Kendati mengidam seolah masih menjadi misteri tersendiri, ada alasan ilmiah mengapa ngidam dirasakan oleh seseorang. Bagi ibu hamil, erat hubungannya antara asupan makanan dengan meningkatnya Peptida Opiod Endogen (POE). Bisa jadi tubuh tengah memberi alarm karena adanya nutrisi yang sedang dibutuhkan, dan itu memberikan dorongan untuk mengidamkan jenis makanan tertentu.

Kalau diingat-ingat, pada masa kehamilan Aidan, anak pertama kami. Tak semua jenis makanan bisa masuk ke perut. Justru makanan yang tadinya begitu digemari seperti nasi padang dan bakso, nyaris tak tersentuh selama hamil. Anehnya, suatu pagi ketika suami meluangkan waktu menghantar Soto Kwali.. kali pertama setelah kehamilan sekian minggu dan di fase mabuk berat, aku bisa menikmati makan enak tanpa sensasi mabuk sama sekali.

Tak hanya soto kwali tetapi juga empek-empek Palembang. Suami bahkan harus keliling kompleks perumahan kota demi mengejar penjual empek-empek yang diminati. Namanya ngidam ya kan? Harus sesuai dengan apa yang diinginkan. Padahal berseliweran penjual empek-empek di seantero sudut Magelang, untungnya yang dimintai selegowo itu direpotin demi si jabang bayi :D

Pengalaman ngidam di tiap kehamilan tak melulu sama. Saat kembali hamil anak kedua setahun yang lalu, aku sama sekali tak mengalami fase mual muntah atau mengidam jenis makanan tertentu. Qadarullah, memasuki trimester dua vonis blighted ovum mendatangkan kesedihan luar biasa.

Berangkat dari pengalaman itu pula, aku belajar satu hal penting. Ada atau tidak gejala mengidam, seorang ibu wajib memperhatikan gizi sekaligus nutrisi yang masuk ke tubuhnya. Jangan sampai tubuh sendiri kekurangan nutrisi yang dibutuhkan, padahal calon janin yang sedang berkembang memerlukan asupan nutrisi yang baik dari ibunya, beserta tubuh yang sehat untuk menopang kehamilan berlangsung tanpa kendala hingga masa persalinan tiba.

Karena itu untuk kali ini, kendati ngidam lebih dominan pada makanan pedas dan asam. Sayur dan buah-buahan menjadi hal wajib untuk setiap harinya. Bukan soal makan untuk dua orang, seperti yang banyak orang gembar-gemborkan pada ibu hamil. Karena pada kehamilan anggapan tersebut justru akan salah jika disikapi dengan pemahaman keliru. Yang terbaik adalah tetap perhatikan asupan kalori yang masuk bersama gizi dan nutrisi yang seimbang.

Pada trimester awal, kita sebenarnya tak butuh kalori tambahan yang melebihi TDEE perhari. Karena janin yang berkembang juga masih teramat kecil untuk menghabiskan banyak asupan kalori maupun nutrisi yang masuk ke dalam tubuh ibunya. Baru di kehamilan trimester kedua dan ketiga kalori tambahan dibutuhkan, itu pun hanya kisaran 200-400 kalori dari kalori awal. Misal saat sebelum hamil dan hamil di trimester awal kalori perhari adalah 2200. Nah pada trimester kedua menjadi 2400, kemudian pada trimester ketiga menjadi 2600 kalori.

Makan berlebihan justru membuat tubuh mengalami kelebihan berat badan yang tentu akan berdampak pada kemudahan saat melangsungkan persalinan. Dampaknya dari obesitas, hipertensi sampai resiko pre-eklampsia. Bisa pula dengan bayi yang lahir dengan berat badan melebihi. Sangat disayangkan jika kalori berlebih yang masuk justru sama sekali tak memenuhi asupan nutrisi, dan sebaliknya, hanya menjadi timbunan lemak pada tubuh sang ibu.

Tak jarang muncul kasus, berat badan ibu berlebih tetapi berat janin tidak mencukupi. Jadi soal "makan untuk dua orang" selama hamil harus betul-betul disikapi dengan bijak dan logis. Jangan asal manut. Karena yang repot nantinya diri sendiri. Iya kalau lebih mudah mengembalikan BB paska bersalin, jangan sampai akan menjadi momok tersendiri setelah melahirkan nanti. Self reminder juga nih buatku.

Jadi pada intinya, tetap harus memperhatikan menu seimbang dan kalori kebutuhan perhari. Memang benar, ibu hamil tidak punya pantangan. Makan apa saja boleh, asal kan porsinya pas. Tidak berlebihan. Terlepas apapun ngidam yang sedang diinginkan, usahakan memenuhi kebutuhan tubuh dan calon janin selama masa kehamilan. Jangan hanya mementingkan kuantitas, tetapi pikirkan pula kualitas makanannya.

Balik lagi ke ngidam, salah seorang temanku pernah menceritakan pengalaman ngidamnya. Selama kehamilan beliau, yang diidamkan justru makanan-makanan yang pernah menjadi kesukaan saat kecil.

Akhir-akhir ini, aku kerap membayangkan empek-empek di Jambi. Dulu sewaktu kecil, bersama Etta.. kami selalu menunggu penjualnya lewat di depan rumah. Ukurannya sebesar dua jempol dewasa yang digabungkan. Harganya saat itu masih berkisar 100 rupiah untuk perbiji. Hanya saja rasanya tak lekang, seolah masih membekas dalam ingatan.

Kalau soal rindu masakan Ibu, dari hamil Aidan juga sudah dirasakan. Menu-menu yang dulu akrab di lidah seperti menari-nari dalam benak.

Memang, hormonal bisa mempengaruhi banyak hal. Setidaknya, kita tetap berusaha logis dan ngidam yang diinginkan tidak lah mempersulit diri sendiri maupun orang lain. Semoga bermanfaat. Happy Pregnancy! :)

____________________________

Magelang, 20 November 2019
copyright : @bianglalahijrah

0 Komentar