25 Juli, satu bulan yang lalu. Dapat kejutan tak terduga ketika strip uji kehamilan menunjukkan dua garis merah terang. Kaget? Iya. Senang? Juga iya. Tetapi ada kesedihan yang membayang saat itu. Meski kehamilan ini direncanakan, tetapi semua terjadi lebih cepat dari perkiraan kami. Mengingat alat kontrasepsi IUD yang sebelumnya digunakan juga baru dilepas pada tanggal 29 Juni. Tahu-tahu belum genap satu bulan tiba-tiba saja ada benih yang sudah tumbuh di rahimku.

Mungkin juga hormon ibu hamil saat itu mulai mendominasi. Karena setelah melihat hasil tespek tahu-tahu nangis sendirian sambil nunjukin ke suami yang lagi nungguin di depan pintu 😂 bisa bayangin kan gimana melo-dramanya begitu tahu positif hamil anak kedua. Agak beda pas tahu hamil Aidan dulu, yang ada di pikiran cuma perasaan senang sampai-sampai pengen ngabarin ke semua orang. Padahal psikologis saat itu juga nggak siap-siap banget. Tetapi karena menunggu moment hamil sampai dua tahun lamanya, otomatis ini jadi kabar paling bahagia yang sekaligus menjawab doa kami.

Nggak kepikiran juga tentang banyak hal yang harus dipersiapkan baik ketika hamil hingga setelah punya anak. Meski pada akhirnya kami memang terbentur dengan berbagai macam konflik dan kesulitan yang mewarnai ketika sedang menanti kelahiran anak pertama. Ya, namanya juga konsekuensi. Siap punya anak berarti harus siap menjadi orangtua. Harus lebih baik, lebih dewasa dan lebih bijaksana lagi. Harus siap dengan segala situasi dan kondisi.

Sampai sekarang pun kami masih berproses.

Dan, jika Aidan menjadi kado di usia ke-20 tahun maka kehamilan yang ini menjadi kado yang sama di milad ke-24 tahun. Kendati kalau ikut keterangan tahun di KTP ini jadi milad yang ke-25 tahun. Kok bisa gitu? Ceritanya panjang 😂 yang jelas, bagi Emma dan Etta' ini milad anak mereka yang ke-24 di 7 Agustus lalu. Bulan ini berasa melewati banyak moment. Moment anniversary pernikahan kami yang ke-6 tahun, moment milad diri sendiri, moment kehamilan di trimester pertama, plus sekarang lagi mabok daging di hari tasyrik setelah Idul Adha beberapa hari yang lalu. Barakallah, bertambah tua itu pasti tetapi semoga bertambah pula kebaikan dan keberkahan dalam tiap usia yang bertambah sekaligus berkurang. Aamiin insyaa Allah.

Nah, seperti saat hamil Aidan, emosiku berubah drastis mengikuti suasana hati yang naik turun. Pas dulu, semua jadi terasa salah. Masalah kecil akan mencuat besar begitu saja. Rasa-rasanya mengatasi hormon dan kelabilan pada saat hamil lebih melelahkan dari kehamilan itu sendiri 😭 tapi mau gimana lagi kan ya? Memang sudah kodratnya demikian. Memang sudah jatahnya kayak gitu. Jadi peran baik dari suami, keluarga dan orangtua dalam memberikan perhatian plus pengertian menjadi hal yang sangat-sangat dibutuhkan selama hamil.

Bukan justru nyinyiran kalau tetiba badan jadi makin subur makmur. Bukan juga celetukan kalau selama hamil kulit jadi kelihatan kusam, lelah dan problem berjerawat. Tak juga komentar macem-macem kalau ibu hamil itu nggak boleh gini dan harus begitu. Lebih parahnya, kalau disuruh batasin makanan dengan dalih biar nggak gemuk. Pleasee ini ituh ibu hamil, bukan tawanan. Bukan juga modelling yang harus selalu jaga postur tubuh biar ideal. Iya kalek, ibu hamil nggak boleh makan ini dan itu. Yang ada juga boleh-boleh saja, selama aman buat baby dan masih dalam batas wajar.

Asal tahu, bawa badan saja sudah hal terberat bagi bumil dengan segala ketidak-nyamanan yang dirasa. Entah itu pusing, kram, sakit punggung aka pinggul yang berasa mau copot dan masih banyak lagi. Jadi jangan ditambah dengan komentar julid bin nyinyir yang sama sekali nggak dibutuhkan oleh ibu hamil dan janin yang sedang dikandungnya.

Cukup beri ia perhatian, pengertian lebih. Pahami kemauannya, pahami kebutuhannya. Meski berkomentar adalah hak semua orang apalagi bagi mulut-mulut latah, tapi nggak semua komentar perlu dikeluarkan. Apalagi di hadapan ibu hamil yang hati dan perasaannya sensitif banget. Nggak sedikit ibu hamil yang karena faktor hormonal menjadi lebih mudah tersinggung dengan guyonan seremeh apapun. Jadi please, berkata baik atau diam itu jauh lebih bijaksana. Nggak perlu nambah-nambahin beban si bumil.

Karena tanpa dikasih tahu juga dia mengerti dengan sendiri kalau Size baju naik dari ukuran sebelum hamil. Dia juga ngerasa ketika sendal dan sepatu tiba-tiba terasa sempit. Nggak harus juga ibu hamil menahan keinginan untuk makan ketika dirasa bener-bener pengen dan memang lagi lapar. Kadang, lingkungan dan perlakuan orang-orang terdekat sangat berpengaruh bagi mental dan psikologis si ibu hamil. Tapi nggak semua orang mau mengerti itu.

Lewat curcolan ini, pengen ngasih tahu ke semua orang yang di sekitarnya barangkali ada ibu hamil. Nggak perlu banyak nyinyir, nggak perlu banyak larangan ini itu yang terkadang juga nggak logis sama sekali, cukup pahami keinginan maupun kebutuhan si ibu hamil. Itu jauh lebih berarti untuk mensupport si ibu agar ia bisa menjalani masa-masa kehamilannya dengan ringan.. berbahagia.. sekalipun beban badan menyiksa. Support setiap ibu hamil untuk legowo dengan kondisi tubuh dan kulitnya. Selama ibu dan debay sehat itu yang terpenting, soal perubahan tubuh, semua akan berangsur pulih setelah melahirkan. Terlebih ketika sudah menyusui.

Kadang nggak semua komentar mendatangkan solusi tetapi justru sebaliknya. Karena memang nggak semua orang butuh dikomentari, dan nggak semua komentar perlu dikeluarkan. Speak good or remain silent, right?

***

Ibu hamil yang berbahagia insyaa Allah 😇
Magelang, 25 Agustus 2018
©bianglalahijrah

0 Komentar