Aku memaksa diri untuk menulis. Tiga hari ini banyak hal yang berseliweran di dalam kepala. Sesuatu yang menakjubkan seakan mudah terjadi. Tetapi yang sulit adalah bergegas untuk memulai suatu proses. Tak hanya berleha-leha membayangkan puncak pencapaian tanpa usaha yang maksimal. Aku sadar betul bahwa untuk meraih impian tak cukup hanya dengan berharap dan berdoa, agar Allah dapat mengabulkan semua itu dalam sekali jentik.

Sepertinya aku lupa berbagi. Tanggal 27 Agustus lalu aku tiba di Jakarta setelah beroleh beasiswa untuk mengikuti writing workshop 'Cara Mudah Bikin Novel' dari Asma Nadia. Sebuah beasiswa yang aku rasa bukan tanpa sengaja aku dapatkan, melainkan karena Allah jua yang punya rencana.

Allah menggerakkan tanganku untuk ikut berkomentar di sebuah postingan yang Asma Nadia share di grup KBM. Dan Allah pula yang membuat hati bunda Asma Nadia berkenan untuk memilihku sebagai satu di antara mereka yang beroleh kesempatan ini.

Btw, postingan apa memangnya? "Sebuah postingan di mana Asma Nadia memberi kesempatan kepada teman-teman penulis baik pemula untuk membagi kisah perjuangan mereka dalam menulis. Apa saja yang sudah dilakukan untuk bisa sampai pada semua impian itu. Nah, komentar atau kisah yang bisa membuat Asma Nadia jatuh cinta akan beroleh 50-100% beasiswa untuk mengikuti writing workshop di Jakarta pada 27 Agustus 2017."

Saat ikut berkomentar, sebenarnya murni karena aku hanya ingin berbagi. Tak berharap besar bisa terpilih, mengingat ada banyak sekali anggota grup yang ikut berkomentar. Jadi bahagia tak terkira saat Asma Nadia membalas komentarku. Dimulai dari menanyakan asal domisili. Besok paginya seorang teman Facebook mencolekku via mention, beberapa menit setelah Asma Nadia mereply bahwa aku juga beroleh beasiswa.


Bahagia rasanya. Rasa syukur yang membuncah membuatku berkali-kali memuji kebesaran Allah. Karena bagiku, tak ada yang kebetulan di dunia ini kecuali Allah yang berkehendak demikian. Maka ini adalah satu dari jutaan rencana baik Allah untuk menjawab doaku. Untuk memberiku kemudahan menuju mimpi-mimpi. Allah membukakan jalan lewat beasiswa writing workshop nasional ini.

Masih dibilang kebetulan? Tadinya aku bahkan tak tahu menahu mengenai workshop tersebut. Aku baru tahu saat pertama kali ikut berkomentar di postingan bunda Asma Nadia. Membayangkan harus bayar HTM sebesar 600 ribu saja barangkali aku takkan berpikir untuk berangkat ke Jakarta. Dan sepertinya Allah memberiku jalan lain. Allah mengetuk hatiku, menggerakkan jemariku, menulislah.. lalu berangkatlah ke Jakarta. Barangkali begitulah Allah berkehendak.



Secara tiba-tiba. Rasanya luar biasa.

Kalian tahu? Jum'at pagi aku beroleh kabar bahagia tersebut. Sabtu sore langsung berangkat dengan bus menuju Jakarta ditemani suami. Katanya tak tenang jika membiarkanku berangkat seorang diri ke ibu kota yang tidaklah sama dengan tanah Jawa. Bagaimana jika aku kesasar? Bagaimana jika aku justru ditipu oleh orang-orang yang suka memanfaatkan orang baru?

Jadilah, kami berangkat berdua. Sebenarnya waktu itu masih area tanggal tua, tetapi alhamdulillah ada jalan untuk bisa berangkat walau dengan uang pas-pasan. Bahkan di perjalanan pulang kami sama sekali tak berpikir memakai uang untuk membeli makan di perjalanan. Sisa bekal saat berangkat ke Jakarta-lah yang menemani perjalanan pulang. Bahkan bekal makan siang saat mengikuti workshop menjadi makan malam suami di bus, sementara aku mabuk perjalanan dan hampir tak mengisi perut dengan makanan apapun.

Ceritanya, karena telat shalat dzuhur. Waktu makan siang ternyata acara sudah akan dimulai lagi. Jadi nasinya terpaksa aku berikan pada suami sampai kami bawa di perjalanan pulang. Mubazir kan kalau harus dibuang. Kalau dipikir-pikir satu harian itu aku hanya makan satu mangkuk mie ayam yang kami beli di depan JDC dengan harga tak bersahabat tetapi rasa cukup menyiksa.


Itu karena kami datang terlalu pagi dan tak menemukan sarapan yang pas dengan lidah kami. Barangkali karena lidahku sudah kental dengan kuliner Jawa Tengah. Husnudzhon saja.

Waktu itu, kami tiba di Jakarta pukul tiga dini hari. Tidur di terminal sebentar sambil menunggu taxi pesanan datang. Sekitar pukul 4.30 kami langsung menuju ke gedung Jakarta Desain Center. Karena masih gelap, pagar gedung juga masih tutup. Kami minta supir taxi untuk mengantar ke POM bensin terdekat agar kami bisa membersihkan diri sekaligus sholat subuh.

Lalu, jam setengah enam kami memutuskan jalan kaki karena telah memperhitungkan jarak dari pom bensin menuju JDC. Hitung-hitung pemanasan sekaligus olahraga. Tetapi siapa sangka kalau kami lupa jalan dan justru tersesat, dua kali berputar dan kembali ke pom bensin yang sama. Setelah tanya-tanya dan berunding sengit dengan suami, kami lalu memutar arah sambil masih bertanya dengan orang sekitar, salah satunya tukang sapu jalan.

Kurang dari jam tujuh pagi kalau tak salah, kami akhirnya sampai di depan gedung JDC dengan upah keringat dan nafas memburu karena jalan ngebut :D


Setelah sampai di JDC pun masih harus menunggu karena acara mulai pukul delapan. Untuk mengisi waktu kami membeli sarapan seperti yang aku ceritakan di atas. Aku juga sempat mengabadikan beberapa foto dengan DSLR di depan gedung. Untungnya ada teman-teman dari Majalengka yang senasib karena datang kepagian.

Meski begitu, Allah seperti memberi banyak sekali kemudahan bagi kami. Walau setelah pulang dari Jakarta jadi harus berhemat. Rasanya tak masalah, agar aku bisa menjadikan ini sebagai motivasi. Bahwa untuk berangkat ke sana ada perjuangan di baliknya. Maka semoga ilmu yang kudapat dari workshop tersebut tak sekedar masuk ke kepala dengan sia-sia. Namun segera dapat aku realisasikan. Dan setiap kali down untuk menulis, aku akan mengingat lagi perjuangan-perjuangan yang tak semua orang tahu dan memang tidak aku ceritakan di sini, cukuplah sebagai motivasiku dalam menulis.

27 Agustus 2017 seperti menjadi hari bersejarah di dalam hidupku. Berangkat ke Jakarta bertemu Asma Nadia, penulis muslimah yang aku idolakan sejak lama. Dan keberangkatan ini bukan keberangkatan biasa, melainkan karena beasiswa yang langsung diberikan oleh beliau.

Bertemu teman-teman penulis yang luar biasa. Bahkan di antara kami ada yang berkebutuhan khusus. Ada pula seorang pengidap kanker stadium lanjut yang hingga kini masih menjalani kemo. Pun ada seorang gadis tuna netra yang semangat menulisnya patut membuat diri ini malu. Terlebih kepada Rachel gadis cantik penyandang disabilitas yang bahkan sudah menelurkan tiga buku. Tiga buku?!!! Iya, 3 buku. Hebat bukan? Aku jadi berkaca pada diri sendiri. Malu, malu sekali rasanya.


Ke mana saja aku selama ini yang selalu sibuk dengan keinginan menulis dan ingin jadi penulis beken tetapi masih saja bergerak di tempat yang sama. Sebab itu, bersyukur sekali Allah beri kesempatan untuk bisa bergabung di acara ini.

Untuk bisa belajar langsung dari yang lebih ahli dan berpengalaman. Allah menyentilku dengan lembut. Lihatlah, adik-adik yang dalam keterbatasan saja tetap berkarya. Kamu? (_ _')

Ngomong-ngomong, Asma Nadia juga tak se-ekslusif yang ada di bayangan selama ini. Beliau jauh lebih anggun, ramah, jenaka, baik, super mom, istri yang manis terlihat dari cara beliau bersikap pada suaminya di depan semua peserta. Kagum. Rasanya aku semakin kagum pada beliau. Ingin sekali seperti beliau. Semoga Allah mudahkan jalanku untuk mengikuti jejaknya. Jejak mereka yang sudah menoreh karya bermanfaat untuk ummat dan meluaskan kebaikan sebanyak mungkin. Aamiin Aamiin Aamiin. Insyaa Allah.


Tak lupa, terima kasih pada suami yang sudah mau menunggu seharian di luar ruangan dengan rasa kantuk, lelah, sekaligus lapar mungkin. Terima kasih sudah bela-belain ambil cuti dari kantor demi mengantar istrinya untuk sampai ke Jakarta. Terima kasih sudah sabar mendampingi istri yang mabuk perjalanan di mulai saat turun dari taxi yang membawa kami dari gedung Jakarta Desain Center ke terminal. Bahkan selama di bus perjalanan pulang sampai ke Magelang.

Suami yang terus memberi motivasi meski saat turun di terminal Yogyakarta, tubuh sudah lemas tak bertenaga karena memang belum makan apapun. Mau tak mau suami menemaniku beristirahat selama satu jam di ruang tunggu terminal sambil memulihkan tubuh meski masih muntah beberapa kali.

Sungguh menjaga motivasi tak hanya saat kita berangkat saja, tetapi juga saat pulang. Jadi begitu sampai di Magelang, pulang ke rumah, usai makan dan membersihkan diri aku langsung berangkat untuk mengikuti liqo mingguan. Dengan semangat tinggi untuk bisa segera membagi cerita bersama teman-teman yang sudah menyemangatiku baik sebelum bahkan setelah pulangnya. Lalu sorenya, bertemu buah hati yang sangat dirindukan. Ini pertama kali pergi jauh tanpa membawa serta Aidan. Semoga perjuangan-perjuangan ini kelak membawaku pada keberhasilan terbaik. Aamiin.

Sampai detik ini.. bertemu Asma Nadia, bisa mengabadikan foto bersama beliau dan suami, seperti mimpi yang Allah ijabah dalam sekejap mata. Tahu-tahu sampai ke Jakarta, bertemu Asma Nadia, lalu pulang ke rumah dengan selamat, maka nikmat Tuhan mana lagi yang akan didustakan?

Selain itu ada ilmu dan pengalaman yang begitu berharga menjadi oleh-oleh yang kubawa pulang ke Magelang. Oleh-oleh untuk diriku sendiri maupun orang lain yang mungkin mau mendengarnya.

Syukran, Allah. Terima kasih sudah memberiku kesempatan berharga seperti ini. Andai saja bapak dan mamak ada di sini. Aku ingin mereka menjadi orang pertama yang mendengar cerita bahagia ini. Sayangnya, bahkan sampai hari ini aku tak bisa berbagi kabar dengan mereka. Tetapi semoga Allah senantiasa menjaga orangtua dan adik-adikku di mana pun  mereka berada.

Kelak, dengan menulis.. walau seberapa jauh pun jarak yang memisahkanku dengan keluarga, aku ingin semua orang yang kusayangi tahu bahwa tak sedetik pun mereka luput dari ingatan dan doaku. Aku ingin bapak dan mamak tahu bahwa setiap langkah yang kubawa ada nama, harapan dan doa mereka yang membersamaiku. Aku ingin adik-adikku bisa mengambil sedikit saja contoh baik dari seorang kakak untuk mereka.

Sepertiku yang yakin, melangkahlah sejauh yang kau ingin. Bermimpilah setinggi yang engkau ingin. Sebab ada Allah. Yang bagi-Nya tak ada yang tak mungkin di dunia ini. Ada Allah, yang bekerja jauh lebih baik dari rencana yang kita rancang. Ada Allah, yang selalu bersama orang-orang yang di hatinya tak pernah putus dari keyakinan terhadap kebesaran Allah. Bahwa saat Allah berkata Kun maka Faya Kun. Tak ada yang mustahil.

Teruslah menjadi berarti bagi diri sendiri maupun orang lain di manapun tempat engkau berdiri. 

Doakan aku, agar bisa segera menuntaskan novel yang ditulis. Dimudahkan dalam segala sesuatunya. Aamiin yaa mujiibu.

Sungguh, jika engkau yakin bahwa sesuatu bisa terjadi maka besar kemungkinan akan terjadi. Doamu, impianmu, juga tergantung dari seberapa baik engkau berprasangka terhadap Allah dan sekeras apa USAHAmu. Bukankah Allah sesuai prasangka hamba?


Alhamdulillah, syukran Allah. Syukran bunda Asma Nadia & Pak Isa Alamsyah :)
Magelang, 03 September 2017
Copyright @bianglalahijrah_

0 Komentar