Aku tak pernah bisa lama-lama menyimpan kesal pada seseorang. Lebih sering mengemukakannya langsung pada orang yang bersangkutan. Sebab aku baru akan beroleh ketenangan hati dan pikiran, setelah mengutarakan apa yang mengganjal di sana.

Sulit hanya mendiamkan orang yang kuanggap salah kendati kesalahannya sudah sangat terlalu. Aku juga tak bisa cuma diam memendam kekesalan itu, sedang di depannya tetap tersenyum ramah. Rasanya lebih mudah berkata langsung, mengutarakan tentangnya, ketimbang berpura-pura di depan semua orang.

Barangkali hanya orang yang benar-benar paham karakterku yang bisa memaklumi. Hanya orang yang tahu bagaimana hatiku sebenarnya yang akan tetap berjalan di sampingku seperti biasa. Sebagai teman atau keluarga.

Terkadang, aku juga kehilangan nyali untuk bicara. Tapi aku juga tak bisa memendam semuanya siang-malam hingga sulit tidur. Aku mungkin tipe orang pemikir selain melankolis dan perasa. Aku akui itu. Karena itu aku lebih suka jujur mengutarakan segalanya ketimbang sok kuat. Dari pada senyum yang tampak di wajahku hanya topeng sebab tak sesuai dengan isi hati.

Pernah saat mengalami problem dengan salah seorang teman. Masalahnya sepele bahkan bisa dibilang salah paham. Meski yang dimaki-maki waktu itu adalah aku, tetap saja aku tak bisa membuang wajah saat bertemu. Apalagi menunjukkan rasa benci dengan sangat jelas. Aku tak pernah bisa membalas orang yang sudah berbuat tak adil padaku. Aku tak bisa membalas kejahatan mereka minimal dengan cara yang sama.

Kadang menyayangkan diri sendiri. Cukup melelahkan menjadi orang yang seolah mudah melupakan kesalahan orang lain. Tetapi sebenarnya tidaklah seperti itu. Sebab nyatanya tak mudah untuk melupakan kesalahan orang lain meski mengaku telah memaafkannya.

Melelahkan menjadi orang baik yang sering kali dimanfaatkan kebaikannya. Acap kali orang yang kuanggap melebihi keluarga justru beralih menjadi lawan. Saat ada konflik, kesalahannya justru dilempar pada orang lain.

Mungkin orang yang selalu bisa disalahkan itu ketika ia berbuat tulus pada orang lain dan orang lain mulai memanfaatkannya. Kemudian suatu waktu kebaikan itu juga bisa menjadi boomerang untuknya. Terlalu sering bertemu dengan wajah-wajah yang memiliki lidah sulit ditebak. Mereka yang suka memutar balikkan fakta dan kebenaran. Yang kadang datang hanya saat ia memerlukan sesuatu, kemudian pergi seolah kau tak berarti lagi. Menjauhimu seolah tak pernah menjadi kawan.

Kembali, kadang merasa tak enak hati. Meski saat itu aku sendirilah yang menjadi korban, tetapi selalu merasa bersalah saat sudah berkata jujur. Apa salah mengutarakan kebenaran? Semata agar orang itu bisa mengerti masalah yang sebenarnya, agar ia bisa menyadari kesalahannya. Point terpenting agar diri sendiri beroleh ketenangan.

Anehnya lagi, mengapa pula harus aku yang merasa bersalah saat aku sendiri yang meminta maaf terlebih dulu?

Entah ini bisa disebut apa, sulit sekali mengejamkan diri pada orang yang nyata-nyata sudah berbuat kejam padamu. Sulit sekali menjadi orang munafik untuk bisa membalas perlakuan buruk yang sama ke orang lain. Sulit sekali.

Mengapa ada orang yang terlahir untuk mudah menyakiti, di sisi lain ada pula yang terlahir untuk menampung semua perlakuan itu tanpa memiliki keberanian untuk melawan. Atau barangkali dunia hanya akan berjalan seimbang jika dua sisi yang berlawanan saling berkontribusi di dalamnya? Entahlah.

Hanya saja, mungkin aku harus bersyukur akan satu hal. Jika Allah menciptakanku dengan kelemahan seperti ini, barangkali agar tak ada dendam yang sanggup bertahan lama di dalam hidupku. Karena ia dengan sendirinya akan mencari jalan untuk menenangkan diri sendiri. Memberi maaf. Lalu belajar melupakan.

Kemudian, biar saja tangan Tuhan yang bekerja untuk orang-orang seperti mereka. Toh, di sisi lain aku bisa belajar untuk tak melakukan hal sama ke orang lain. Aku juga akan mendapatkan rasa lapang di dalam dada sebab tak ada kerugian apapun dari dicaci seorang penghianat selain keberuntungan. Karena Allah menyelamatkanmu dari orang-orang yang demikian.

Juga dari sosok-sosok mereka kita lantas menjadi kuat. Memiliki jiwa yang tangguh. Perlakuan mereka anggap saja sebagai kritik untuk memperbaiki diri menjadi lebih baik lagi. Membuktikan bahwa kau taklah seburuk apa yang mereka katakan saat mengkambing-hitamkan orang lain. Bukan orang-orang seperti mereka yang pantas mencuri perhatianmu untuk bersedih dan kecewa terlalu lama. Sebab mereka takkan pernah mau tahu apa yang sudah kau alami setelahnya selain memupuk kebenciannya sendiri.

Berdoa saja semoga orang-orang seperti mereka Allah bukakan hatinya untuk sadar dan mulai memperbaiki diri. Aamiin.

tak ada kerugian dari orang-orang yang tulus
tak ada kesusahan dari orang yang berbuat baik
kecuali bagi mereka yang tak tahu cara
menghargai kebaikan orang lain

kau mungkin akan kecewa untuk beberapa saat
tetapi kerugian yang sebenarnya justru ada pada diri mereka
yang pernah datang kemudian pergi
membawa kebencian dan tanpa rasa terima kasih

merekalah yang rugi sebab melepas sosok sepertimu
untuk semua hati yang tak pernah bisa memendam benci

-note for me-

Magelang, 20 Juli 
Copyright : @bianglalahijrah_ 

Baca juga:
Tak Ada Manusia yang Sempurna
Buku Harian Emak Blogger
Indahnya Pernikahan Islami 

0 Komentar