Kita punya Dia, saat dunia terasa pengap dan meninggalkan kita. Kita punya Dia, saat semua dunia mengasingkan dan tak menganggap kita ada. Kita punya Dia yang selalu bersedia menjadi pendengar Maha Bijak saat orang-orang tak mengerti dan tuli pada tangis kita. Kita selalu punya Dia, yang takkan pernah meninggalkan aku maupun kalian.

Tiba-tiba rindu sosok Ibu dan Bapak. Entah sudah berapa pekan kami tak saling bertukar kabar via seluler. Aku selalu maklum, sebab mereka orangtua yang selalu sibuk. Entah sibuk seperti apa yang kumaksud, dan sibuk bagaimana yang mereka geluti di sana. Tapi setidaknya beberapa kenangan indah masih membekas di ingatan.

Dulu.. waktu masih duduk di kelas dua MTs, Ibu sering menemaniku menulis hingga larut malam. Beliau selalu bertanya, "Lagi nulis ya, Nak?" dan memperhatikan kegiatanku yang sedang sibuk menulis di buku tulis. Maklum, waktu itu belum ada sarana laptop atau komputer yang dapat kugunakan. Karena itu ada berbundel-bundel buku tulis berisi kumpulan cerpen dan puisi yang masih kusimpan hingga saat ini. 

Ibu juga suka bercerita ke orang-orang kalau anaknya ini ingin jadi penulis terkenal. Dan kata-kata ibu sedikit demi sedikit mulai mewujud nyata dalam hidupku. Kata-kata beliau yang menjadi doa untukku, meski aku belum menjadi penulis sekaliber Bunda Asma Nadia, Tere Liye, dll. Insha Allah kelak akan kuwujudkan harapan demi harapan orangtua yang pernah mereka selipkan padaku. Aamiin.

Bapak, sosok pendiam tapi memang begitulah caranya menunjukkan kasih sayang. Bapak bukan sosok yang terlalu pintar mengekspresikan perhatiannya kepada anak-anak. Tetapi kami semua tahu, beliau sangat penyayang dan sabar. Sabar bapak memang patut kuacungi jempol. Selama belasan tahun aku menyaksikan episode hari-hari yang menyertai pernikahan 'Ibu dan Bapak'. Sosok orangtua terhebat yang pernah kumiliki.

Kalau dipikir-pikir aku pernah dan kerap kali kecewa saat kembali mengingat keputusan mereka untuk berpisah dan membuat kebahagiaan kami terpenggal dengan cepat. Aku juga tak tahu apa penyebab sesungguhnya. Karena meski mereka telah jujur bercerita, dari mata mereka aku tahu.. sebuah rahasia yang sengaja mereka simpan untuk diri sendiri. Ah, sayangnya lagi mereka tak bisa menemaniku. Menyaksikan anak gadis satu-satunya ini tumbuh dewasa dan mulai meraih satu persatu mimpinya yang dulu ditertawakan orang lain.

Aku tak ingin marah, merasa orangtuaku egois. Tidak, sama sekali tidak. Aku tahu ada skenario yang melandasi seluruh perjalanan hidup kami. Tetapi andai waktu itu orangtuaku tak bercerai.. barangkali aku takkan tumbuh dan menjalani kehidupan seperti saat ini. Walau di satu waktu tertentu aku masih menggerutui nasib. Namun aku percaya bahwa beginilah skenario yang Tuhan berikan untukku dalam perjalanan meraih impian.

Kapan bisa pulang bertemu mereka, aku sendiri tak tahu. Hanya bisa berdoa semoga kedua sosok yang sangat kusayangi ini senantiasa berada dalam lindungan dan kasih sayang-Nya. Sebagaimana mereka yang pernah memberiku kasih sayang dan dekapan kehangatan yang tak mungkin bisa lekang dalam ingatan. Rasanya, waktu itu benar-benar mahal dan aku ingin mengulangnya kembali. Mungkinkah? Entah. Agaknya suatu hari nanti, hanya waktu dan kuasa Tuhan yang menjawab. Aku hanya ingin memberi bukti tanda cinta kepada bapak dan ibu. Bukti dari jerih payahku, buah dari doa-doa mereka. 

Ibu, dalam setiap kesempatan meneleponku, selalu menanyakan perkembangan karya dan buku-buku terbaruku. Beliau begitu ingin membaca karya-karya anaknya. Beliau bahkan bercerita kepada teman-temannnya di sana, bahwa aku sudah menjadi penulis terkenal. Ah, ibu. Betapa lugunya engkau dalam mengekspresikan bahagiamu. Meski aku belum terkenal seperti ceritamu ke orang-orang, tapi kelak pasti akan terwujud nyata. Sebab kata baikmu adalah doa dan ridho bagiku, ridhomu adalah ridho Tuhan untukku.

Kuharap Ibu masih ingat malam-malam panjang saat menemaniku mengaksarakan impian. Saat jemariku menari di atas tinta pena imajinasiku. Saat lelahku tak juga menemukan perebahan sebab keinginanku memberontak. Ingatkah, bu? Kini aku sudah hampir sampai pada gerbang perjalananku setelah melewati banyak gang-gang berliku. Perjalanan yang membuatku kemudian belajar memaknai, bahwa sejatinya semua ini adalah bagian dari rencana indah-Nya. Bukankah tak ada orang yang sukses sebelum melewati jalan terjal nan berliku?

Maka telah kulalui semua itu. Walau langkahku hingga kini masih terseok. Aku takkan menyerah demi hidupku, demi orang-orang yang aku cintai. Terutama demi bapak dan ibu. Aku ingin orang-orang bangga padaku terlebih pada kedua orangtua yang telah mengantar langkahku sejauh ini. Meski tak melalui dekapan raga, tapi aku tahu doa kalian selalu memeluk jiwaku di mana dan kapanpun. Meski kalian terkesan acuh tak acuh padaku yang jauh di sini, tapi aku tahu dua hati kalian saling memagut rindu untukku. Untuk kami anak-anakmu yang jauh dari pelukan.

Ibu, bapak, kalian pernah berlaku salah. Tapi semua itu tak pernah kuingat lagi, kecuali insiden perceraian kalian yang telah terpahat dalam ingatan. Aku hanya ingin mengingat kebaikan kalian, dengan mengenyampingkan rasa kecewa. Aku sangat yakin, ini semua adalah bagian dari perjalanan takdir yang harus kulalui. Andai kalian tak berpisah, apa langkahku bisa sejauh ini seperti impianku belasan tahun lalu hingga menginjak pulau Jawa? Jika kalian tak berpisah, apa aku bisa mewujudkan impianku sebagai penulis kendati saat ini aku masih mendaki? Jika kalian tak berpisah, barangkali aku takkan pernah bisa berkembang menjadi pribadi yang lebih baik lewat pembelajaran berharga.

Ah, jika.. aku hanya berusaha menanamkan husnudzhon pada-Nya. Semua yang terjadi jelas ada hikmahnya, sebab tak mungkin ada yang sia-sia jika sang Sutradara telah berkehendak demikian. Barangkali jalan hidup seperti inilah yang kubutuhkan, ketimbang larut dalam kemewahan dan kasih sayang yang kalian berikan. Ya, dulu aku pernah sombong karena memiliki semuanya dengan kebahagiaan yang sempurna. Tapi kemudian kenyataan menamparku, rasanya sakit sekali. Sakit yang luar biasa hingga membuatku terpuruk begitu dalam.

Namun sakit itu pulalah yang kemudian membuatku bangkit dan mengantarku ke pintu-pintu kesuksesan sejauh ini. Impian-impian yang satupersatu mulai terwujud nyata dalam dekapku. Fabiayyi ala'i rabbikuma tukadziban... tak ada lagi nikmat yang patut kudustakan. Sebab saat ini aku tahu bahwa meraihnya tak semudah memimpikannya. Maka akan kujaga, seperti kuatnya aku berusaha menjaga kenangan-kenangan indah masa kecilku. Takkan lekang, takkan pernah hilang.

Ibu, bapak... Kali ini kalian bisa menatapku dengan menangis haru. Karena gadis manja kalian, kini sudah tumbuh menjadi wanita dewasa yang telah berhasil meraih sebagian besar mimpi-mimpinya. Percayalah, aku tak kecewa meski kalian tak sempat menemani dalam memperjuangkan cita-citaku. Bukankah doa kalian telah cukup menjadi pengiring langkahku? Dan itu pun telah cukup bagiku. Terima kasih, Pak. Terima kasih, Bu. Begitupun untuk ketiga adikku yang jauh di sana, semoga limpahan kasih sayang dan cinta-Nya selalu menaungi kalian. Aamiin. 

Dan untukmu, anak-anak yang juga pernah mengalami kekecewaan sebab perceraian orangtua.. yakin dan percayalah bahwa tak ada alasan untuk berhenti melangkah dan meraih segenap impian meski harus berbentrokan dengan kenyataan-kenyataan hidup yang pahit. Kita punya Dia, saat dunia terasa pengap dan meninggalkan kita. Kita punya Dia, saat semua dunia mengasingkan dan tak menganggap kita ada. Kita punya Dia yang selalu bersedia menjadi pendengar Maha Bijak saat orang-orang tak mengerti dan tuli pada tangis kita. Kita selalu punya Dia, yang takkan pernah meninggalkan aku maupun kalian. Dan 'Broken Home', bukan alasan untuk berhenti bermimpi dan meraih kesuksesan diri. Innalaha ma'ana, Allah bersama kita.

Pada akhirnya, "Sudah berapa buku yang terbit, Nak? Kirimkanlah kami buku-buku karyamu. Sukses terus ya, Nak. Teruslah berkarya dan jadi kebanggaan."

***Isi pesan singkat ibuku, beberapa bulan yang lalu.***
Aamiin, bu. Doakan saja anakmu ini. :')

Beberapa buku buah dari penaku :)

Alhamdulillah sudah ready di Gramedia dan toko buku lainnya. :)

Semoga menjadi cambuk diri agar berkarya lebih baik lagi. Keep writing! :)

8 Komentar

  1. Ayah dan ibu memang sosok yang sangat memotivasi kita ya... Semoga keduanya sehat terus ya.
    Salam kenal.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya, Mak. Salam kenal kembali :)
      Terima kasih sudah berkunjung

      Hapus
  2. Mengharukan banget mak

    BalasHapus
  3. Tulisan ini menohok diriku banget ini, sudah lama nggak nulis untuk bikin buku, keasyikan ngeblog :D
    jadi tercambuk untuk melanjutkan naskah-naskah yang terbengkalai.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Hehe, semangat buat nerusin draftnya ya! Trims sudah berkunjung :)

      Hapus

Assalamu'alaikum. Terima kasih sudah singgah dan membaca tulisan di Blog saya. Semoga bisa memberikan manfaat. Jangan lupa tinggalkan jejak baik di kolom komentar. Mohon untuk tidak meninggalkan link hidup ya. Ditunggu kunjungan selanjutnya :)